KANISA ORTHODOK SYRIA

Ini sengaja sy share kembali ttg Kanisah Orthodox Syria (KOS) oleh seorang Hamba Yang Berjubah, Abuna Dr. Joseph Tarzi, supaya lebih jelas bagaimana perlakuan Byzantium yg juga meminjam tangan Kaisar Byzantium penganut Kalsedon menganiaya KOS dan menduduki Kepatriarkhan KOS.

Dan ini dishare supaya JANGAN ADA DUSTA DI ANTARA KITA DAN SUPAYA FITNAH JANGAN TERUS DIPELIHARA BAHKAN DILANCARKAN, KHUSUSNYA DI INDONESIA
-----------------------------+

KANISAH ORTHODOX SYRIA ANTHIOKHIA
Oleh : Abuna Dr. Joseph Tarzi

SIAPAKAH BANGSA SYRIA ITU ?
        Bangsa Syria adalah bangsa Aramia itu sendiri, yaitu para penghuni kawasan Bulan Sabit Subur (yaitu Syria, Libanon, Yordan, Palestina, Iraq dan Turki sebelah Tenggara). Mereka berasal dari gurun Syria pada abad ke-14 sebelum Masehi, dan mendiami pusat-pusat kota serta mendirikan banyak kerajaan. Yang terkuat dari kerajaan-kerajaan Aramia adalah kerajaan-kerajaan Damaskus, Nahreen (Mesopotamia), Sobah dan Padan-Aram. Mereka menggunakan bahasa mereka di seluruh daerah kekuasaan mereka dan menjadi para penguasa di kawasan itu selama lima abad berturut-turut. Kedaulatan mereka berakhir pada tahun 732 sebelum Masehi dengan jatuhnya Damaskus di tangan bangsa Ashur (Assyrian). Sekalipun kedaulatan politis mereka telah lenyap, mereka tetap menjadi bagian terbesar dari populasi di kawasan itu, dan tetap memainkan peranan besar dalam sejarah dunia.

Bahasa Arami mereka tetap berdaulat tanpa tanding di seluruh kawasan Timur Tengah dalam segala aspek peradaban, khususnya dalam bidang pengetahuan, dan masih tetap tak tertandingi bahkan setelah invasi Islam Arab pada abad ketujuh Masehi. Bahasa Arami masih tetap lestari pada nama-nama ratusan kota dan desa-desa di Timur Tengah, khususnya di Syria, Libanon dan Iraq. Pemakaian istilah “Syria” dan “Syrian” menunjukkan tanah Aram dan bangsa Aramia, yang sudah dipakai sebelum kelahiran Mshikha, di era Selucia, tepatnya setelah diselesaikannya versi al-Kitab Perjanjian Lama versi Septuaginta pada tahun 280 sebelum Mshikha, di mana kata “Aram” diterjemahkan sebagai Syria, yaitu kata yang sama maknanya dengan “Aram”. Dari sini, nama “Syria” mulai menggantikan kata “Aramia” secara perlahan-lahan. Setelah kelahiran Mshikha, nama baru itu mulai digunakan secara luas sampai akhirnya hampir menghilangkan nama Aramia di seluruh wilayah geografis Syria. Karena bangsa Aramia itu, yang kemudian telah menjadi orang-orang Mshiyim (Kristen), mereka jadi sangat saleh dan berpegang teguh pada agama mereka yang baru itu, dan karena bangga akan Para Rasul Mshikha yang menjadi para panutan mereka, maka mereka kemudian meninggalkan nama “Aramia” kemudian menggantinya dengan sebutan “Syria” dengan maksud untuk memisahkan diri dari pertalian mereka dengan orang-orang kafir Aramia.

Namun, sekelompok penulis masih tetap menggunakan istilah “Aramia” ketimbang sebutan “Syria” karena menganggap kedua sebutan itu sama saja artinya. Misalnya, mereka akan katakan, “Ia adalah ‘penulis Syria Aramia’ dan ‘bahasa Syria Aramia’. Tetapi, tidak pernah dikatakan “Kanisah Aramia”  ketimbang “Kanisah Syria”; istilah “Suryani” atau “Syria” dalam bahasa Arami Syria adalah “Suryoyo” dan terjemahan tepatnya adalah “Syria”, yaitu seorang warga negara Syria (Syria secara geografis). Tetapi, secara universal istilah “Kanisah Syria” berarti semua Kanisah yang dulu dan sekarang menggunakan bahasa Syria (Arami) sebagai bahasa liturgi mereka, dan yang dulunya dan yang sekarang ini berada di bawah yurisdiksi Patriarkh Antiokhia.

LAHIRNYA KANISAH SYRIA
Kanisah Syria diawali dari Yerusalem yang terdiri dari para Rasul Yeshoo Mshikha, para penginjil dan orang-orang Yahudi yang telah menjadi Mshiyim. Kanisah ini kemudian berpindah ke kota Antiokhia, dan kemudian ke Urhoy (Eddesa) ditambah dengan orang-orang Aramia yang sudah bertobat dan bangsa-bangsa non-Yahudi yang lain. Kanisah ini pertama kali didirikan (Keuskupannya, red) di Antiokhia oleh Rasul Petrus, pemimpin para Rasul, dan sebagai Patriarkh pertama dari Tahta Suci Rasuliah Antiokhia. Rasul Petrus sendiri menunjuk Mar Awwad (St. Avodius) dan Mar Ignatius Sang Pencerah sebagai para pengganti beliau. Mereka kemudian menggantikan tugas rasulinya setelah Rasul Petrus mati shahid di kota Roma. Kemudian, kota Antiokhia tidak saja menjadi Kanisah Mshiyim yang pertama, tertua dan paling terkenal, tetapi juga MENJADI DASAR dari Kemasiyiman (Kekristenan, red). Di kota Antiokhia-lah saat itu para rasul Yeshoo Mshikha disebut sebagai orang-orang Kristen.

DOKTRIN KANISAH ORTHODOX SYRIA
Asas keimanan Kanisah Orthodox Syria dapat diringkas sebagai berikut: Kanisah ini percaya sepenuhnya akan Satu pribadi ganda Tuhan Yeshoo, dan satu sifat ganda yang terdiri dari dua sifat: yaitu Ilahi dan Insani, yang tidak dapat bercampur, tak dapat dipisahkan dan tak berganti-ganti. Dengan kata lain, dua sifat (Ilahi dan Insani) tergabung dalam satu sifat yang tanpa bercampur, tak terlebur dan tak berubah-ubah, tak berganti dan tak rancu. Batasan ini berlaku bagi semua sifat Keilahian dan KemanusiaanNya. Berdasarkan definisi ini, Keilahiannya menyatu dengan KemanusiaanNya, atau dengan tubuhNya, ketika Mshikha disalibkan, dan tidak pernah keilahianNya meninggalkan tubuhNya, bahkan untuk sedetik pun. Karena itu, salah besar dan sangat menyimpang dari iman Mshiyim yang universal bila orang mengatakan, “Mshikha itu disalibkan tubuhNya saja.” Tetapi sebaiknya dikatakan, “Firman Allah yang telah menjelma itu adalah Tuhan Yang Mahamulia yang telah disalibkan,”  namun, kami mengatakan, “Ia telah menderita dan wafat dalam Daging (dalam keadaanNya sebagai Manusia),” sebab keilahianNya tidak pernah tersentuh penderitaan dan kematiaan. Sebagai konsekuensinya, Maryam adalah “Ibu dari Dia (Firman Allah yang telah menjelma) Yang Ilahi,” dan ungkapan “Engkau yang telah disalibkan bagi kami” adalah benar sebagaimana diucapkan dan diyakini dalam Trisagion, yang dialami oleh sifat kedua dariNya, yaitu Mshikha. Asas iman inilah yang dipegang teguh oleh Kanisah Syria Antiokhia dan Kanisah Koptik Aleksandria yang telah menolak Konsili Kalsedonia dan dokumen Leo dari Roma (Buku besar yang disebut Surat Paus Leo), karena kami hanya mengakui dasar-dasar iman yang ditetapkan tiga konsili ekumenikal di Nikea tahun 325 Masehi, Konsili Konstantinopel tahun 381 Masehi dan Konsili Efesus 431 Masehi. Dari sini, nama “Orthodox” yang kami kenakan berarti “Iman Yang Benar” yang dikenal oleh ummat Syrian, Koptik, Armenia dan Ethiopia. Kanisah-kanisah itulah yang disebut sebagai “sister Churches” (Kanisah-kanisah saudari mereka). Mereka bersama-sama telah mengalami berbagai penderitaan dan PENGANIAYAAN-PENGANIAYAAN YANG KEJAM yang ditujukan kepada mereka oleh Kaisar Byzantium panganut Konsili Kalsedon tersebut.

LITURGI BAHASA ARAMI
Tidak bisa disanggah lagi bahwa bahasa yang diucapkan Yeshoo dan banyak generasi sebelum Masehi dan oleh Kemshiyiman mula-mula, dan sampai abad ke-5 Masehi adalah bahasa Arami (Syriac). Selain itu, orang-orang Yahudi telah menulis beberapa bagian kitab suci mereka dalam bahasa Arami atau dalam aksara Arami, sebagaimana dibuktikan oleh gulungan-gulungan kitab dari Laut Mati yang ditemukan pada tahun 1974 oleh Yang Mulia Mar Athanasius Yashu Samuel, yang saat itu menjadi Uskup di Yerusalem (sekarang sebagai Uskup untuk Amerika Serikat dan Canada). Maka terbukti bahwa para murid Yeshoo dan para penerus mereka menggunakan bahasa Syria (Arami). Maka, hanya dapat dipahami bahwa Ibadah Liturgis mereka dilakukan dalam bahasa Syria (Arami). Sebab para penginjil yang memberitakan Injil di Anthiokhia yang berasal dari Yerusalem itu beribadah dalam bahasa Syria (Arami), maka sudah tentu bahasa Syria (Arami) itu menjadi bahasa Liturgi gereja Anthiokhia, dan gereja ini memakai liturgi dalam bahasa Syria (Arami) yang disusun oleh Rasul Yakobus, saudara Tuhan Yesus sekaligus sebagai Uskup pertama di Yerusalem. Semua orang tahu bahwa Kanisah di Yeruselam menggunakan Liturgi Rasul Yakobus sampai berakhirnya ketujuh-belas Uskup Syria yang pertama. Namun, ketika para duta dari Konstantinopel mulai MEREBUT KEPEMIMPINAN Kanisah di Antiokhia, mereka menggantikan Liturgi Rasul Yakobus dengan Liturgi Basilius dari Kaisarea (379 Masehi) dan Liturgi John Chrysostom(407 Masehi), yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Arami. Tetapi, Liturgi Rasul Yakobus sendiri tetap ada di Kanisah Antiokhia. Itu sebabnya maka Liturgi Syria (Arami) - yaitu Liturgi Rasul Yakobus tersebut pada akhirnya, red- disebut sebagai Liturgi Antiokhia. Dari Liturgi ini maka dapat dilacak kembali asal-muasal semua liturgi Kanisah. Karena itu, Kanisah Antiokhia sangat bangga bahwa Liturgi mereka menggunakan bahasa Syria (Arami), yaitu bahasa yang telah DIKUDUSKAN oleh LIDAH SUCI Tuhan kita, dan yang DIHORMATI oleh LIDAH Maria, IbuNya dan oleh PARA RASULNYA yang kudus. Dalam bahasa inilah - Injil ditulis, paling tidak, red - Injil Matius oleh Rasul Matius, dan dalam bahasa inilah Injil diwartakan pertama kali di Yudea, Syria dan daerah-daerah sekitarnya.

BAKTINYA BAGI INJIL
Gereja Syria menjalankan peranan penting dalam bidang literatur al-Kitab. Para sarjana mereka mengakar dalam lautan misteri al-Kitab. yang begitu luas dan tak terungkapkan. Merekalah yang pertama kali menterjemahkan al-Kitab. ke dalam bahasa Syria (Arami),  bahasa mereka sendiri. Kemudian, mereka melakukan pengkajian-pengkajian yang mendalam yang memperkaya perpustakaan-perpustakaan di Timur dan Barat dengan berjilid-jilid buku pelajaran dan tafsir Alkitab yang tak terhitung jumlahnya  sekalipun malapetaka dan nasib buruk menimpa tanah kelahiran mereka, sehingga menyebabkan banyak kerugian karena Perang Dunia I, dan karena pemusnahan ribuan buku manuskrip kitab-kitab suci yang tak ternilai harganya itu oleh para musuh mereka. Setelah mereka mempelajari al-Kitab. dalam bahasa Arami mereka sendiri, maka mereka melakukan usaha-usaha tanpa lelah dengan menterjemahkan karya-karya tulis mereka itu ke dalam bahasa-bahasa lain. Maka sekitar tahun 404 Masehi, Malphan Daniel orang Syria serta Mesroph orang Armenia itu bekerja sama menterjemahkan al-Kitab. ke dalam bahasa Armenia. Sarjana bahasa Arami yang berasal dari Arabia dari banu Thayy, Tanukh dan banu Aqula (Al-Kuufa) menterjemahkan Injil ke dalam bahasa Arab atas perintah Patriarkh Syria, Mar Yuhanna II, demi memenuhi permintaan Umair Ibnu Saad ibn Abi Waqqass Al-Anshari, raja di Jaziratul Arabia. Yuhanna bar Yawsef, seorang Imam Syria dari kota Taphliss (selatan Rusia), menterjemahkan al-Kitab. ke dalam bahasa Persia pada tahun 1221 Masehi. Pada dasawarsa pertama di abad ke-19, Raban Philipos orang Syria dari Malabar, India, telah menterjemahkan al-Kitab. ke dalam bahasa Malayalam, bahasa yang dipakai di India Selatan. Pada abad lalu, abad ke-20, Chorepiscopus Mattay Konat orang Syria dari Malabar, telah menterjemahkan seluruh Perjanjian Baru kecuali kitab Wahyu, ke dalam bahasa Malabar.

Sejumlah besar manuskrip dari warisan Kanisah ini yang tak ternilai artinya masih tetap dilestarikan. Manuskrip-manuskrip itu termasuk yang tertua di dunia, khususnya yang dipindahkan dari perbendaharaan Biara Kanisah Syria di Mesir dan kemudian dibawa ke perpustakaan-perpustakaan Vatican, London, Milan, Berlin, Paris, Oxford, Cambridge dan perpustakaan-perpustakaan lain. Beberapa di antara manuskrip-manuskrip itu ditulis pada abad kelima dan keenam Masehi. Kemudian versi Injil yang tertua adalah manuskrip Injil dalam bahasa Syria (Arami) yang ditulis oleh seorang rahib dari kota Eddesa (Urhoy atau Urfa), yaitu Ya’qub Al-Urfa, di Urhoy pada tahun 411 Masehi. Injil dalam bahasa Arami ini masih disimpan di British Museum. Dalam kaitan ini, Abuna Martin telah menghimpun 55 manuskrip  Injil berbahasa Arami  yang berasal dari abad kelima, keenam dan ketujuh Masehi, jumlah yang cukup besar bila dibandingkan dengan 22 manuskrip Injil dalam bahasa Latin dan hanya 10 buah manuskrip Injil dalam bahasa Yunani. Kanisah Orthodox Syria  sangat teguh dalam kecintaan mereka akan al-Kitab sehingga mereka berusaha menuliskan dan menghiasi al-Kitab itu seindah mungkin. Mereka menggunakan huruf kaligrafi Estrangela dan Serta Barat. Di antara manuskrip terbaik yang terkenal adalah Injil yang ditulis oleh Patriarkh Rabuula dari Urhoy (Eddesa atau Urfa) yang diselesaikannya pada tahun 586 Masehi.

KEGIATAN PENGINJILAN
Orang-orang Kristen Syria telah membawa obor Injil pertama kali ke seluruh daerah Timur. Bangsa-bangsa di Timur telah  dibimbing oleh terang Injil untuk mengenal Mahikhs, sehingga beribu-ribu orang dari berbagai bangsa dan negara, yaitu bangsa-bangsa Arab dari berbagai suku, bangsa Persia, Afghan, India dan China. Mereka telah mengambil bagian dalam mewartakan Injil kepada bangsa Armenia. Pada abad keenam, orang-orang Suryani itu telah membawa kepada penggembalaan Mshikha  sejumlah besar warga bangsa Ethiopia dan Nubia melalui jerih lelah  Abuna Yulian, dan sejumlah 70 – 80 ribu orang dari Asia Kecil, Qarya, Phrygia, dan Lydia melalui jerih lelah Mar Yuhanna dari Amed, yaitu Uskup termasyhur dari Efesus. Syria (Arami) adalah bahasa liturgi dari seluruh gereja Timur selain digunakan bahasa-bahasa berbagai asal kebangsaan mereka. Kanisah Armenian, misalnya, selain memakai bahasa Syriac (Arami) sehingga KARENA MENGGUNAKAN BAHASA ini mereka telah DIKUCILKAN (oleh Kanisah-kanisah Byzantium), mereka menulis bahasa Armenia mereka dalam aksara Syria (Arami), sampai akhirnya Meshrope, salah seorang dari sarjana mereka, bekerja sama dengan Malfan Daniel orang Syria itu, akhirnya ia menjadi penemu aksara Armenia.

PERGUMULAN KANISAH SYRIA
Sebagai harga yang harus dibayar atas keteguhan dan kesetiaan imannya, Kanisah Syria Antiokhia telah mengalami berbagai penderitaan dan penganiayaan yang tiada tara dengan maksud dan cara yang jelas. Sejak saat kelahirannya, ia telah mengalami penganiayaan dari bangsa Yahudi dan kemudian dari bangsa-bangsa lain. Penderitaannya diikuti pula oleh Kanisah Asysyria (Ashur) pada abad kelima Masehi (Kanisah-kanisah Barat memfitnah mereka dengan sebutan “Kanisah Nestorian”, red.). Di akhir Konsili Kalsedonia yang terjadi pada tahun 451 Masehi, Kanisah Syria Anthiokhia ini menghadapi berbagai penganiayaan dari para Kaisar Byzantium yang beraliran Kalsedonia. Selain itu, Kanisah Anthiokhia  ini juga mengalami berbagai penganiayaan dan penderitaan yang dilakukan oleh Para Crusader (Kaum Salibi) pada abad kesebelas dan duabelas Masehi. Penganiayaan dari bangsa Yahudi berakhir sejak kota Yerusalem dihancurkan pada tahun 70 Masehi oleh Jendral Titus. Di antara para shuhada yang mengalami penganiayaan dari bangsa Yahudi adalah : Mar Stephanus, seorang kepala diaken, pada tahun 37 Masehi, rasul Yakobus putra Zebedius, salah seorang dari keduabelas rasul Yeshoo Mshikha, dan Mar Ya’qub Saudara Tuhan Yeshoo sekaligus uskup Yerusalem yang pertama pada tahun 62 Masehi. Rasul-rasul yang lain dipenjarakan, disesah dan dibunuh. Penganiayaan yang dialami oleh ummat Mshiyim itu dilakukan oleh Para Kaisar bangsa Romawi kafir. Di antara yang paling parah adalah penganiayaan yang dilakukan oleh 10 jaman penganiayaan yang meliputi seluruh Kekaisaran Romawi selama tiga abad yang pertama, dua dasawarsa di abad keempat Masehi, dan di sepanjang tahun pada abad kelima Masehi. Di antara para shuhada dalam masa penganiayaan yang panjang itu, adalah Mar Petrus (67 Masehi), Mar Ignatius Sang Pencerah (Patriarkh Anthiokhia yang ketiga), Patriarkh Mar Babula (250 Masehi), balita Mar Ciryacus dan ibunya, Juliette (304 Masehi), dan 40 orang shuhada di Sebastia. Raja-raja Persia bahkan melakukan penganiayaan kepada orang-orang Mshiyim lebih kejam lagi. Yang terlama dan terpanjang adalah penganiayaan yang dilakukan oleh Shah Shabur, dari 339 – 379 Masehi. Selama 40 tahun itu, lebih dari seperempat juta ummat Syria telah dibantai dengan sadis.

Peristiwa itu kemudian diikuti pula dengan penganiayaan yang dilakukan oleh Bahram II dari tahun 420 – 438, ketika Simon bin Sabbaghin, sang Uskup, (tahun 329 Masehi), uskup Bar Baashameen, Mar Behnam dan saudara perempuannya, Sarah dan 40 orang anggota kabilah, Yuhanna bar Najjareen, Mar Ya’qub Muqatta, dan Mar Ahodemehjuga dibunuh. Para penguasa Persia memanfaatkan sengketa theologia di antara ummat Syria dan mereka mulai melancarkan penganiayaan terhadap orang-orang Orthodox Syria, ummat gereja Assyria (Syria Timur) dan kaum Majuzi. Dalam penganiayaan besar-besaran ini, ratusan Uskup dan Imam serta ribuan orang-orang dari jemaat biasa Kanisah Syria ini dibantai secara sadis, termasuk Katholikos Babaweih (480 Masehi) Karena MEREKA MENOLAK rumusan iman yang ditetapkan oleh Konsili Kalsedon, ummat Syria akhirnya menjadi korban-korban penganiayaan panjang yang memilukan hati yang dilancarkan terhadap mereka oleh PARA PENGANUT KONSILI KALSEDON. Penganiayaan ini berakhir LEBIH DARI 200 TAHUN, sejak dari 452 Masehi sampai dengan awal abad ketujuh Masehi, ketika ummat Islam menaklukkan tanah Syria dengan bantuan dan kerja-sama ummat Syria. Penganiayaan pemerintah Byzantium terhadap ummat Syria, kemudian berakhir juga dengan berakhirnya hegemoni penguasa Byzantium terhadap tanah Syria. Selama masa penganiayaan yang panjang ini, RIBUAN Uskup, Biarawan, Imam dan Orang-orang Awam yang menjadi shuhada (martir). Pada tahun 512 Masehi, ketika Mar Severus agung dinobatkan sebagai Patriarkh Antiokhia, PENGANIAYAAN OLEH KAUM KALSEDONIA MENJADI LEBIH KEJAM LAGI. Pada jaman itu, orang-orang besar yang hidup penuh perjuangan dan para pencetak sejarah telah bangkit untuk mempertahankan iman mereka. Mereka saat itu dikenal di antara ummat Mshiyim di seluruh dunia karena kebenaran iman mereka, kebenaran dan karena sangat berpegang teguh pada ajaran firman Tuhan. Di antara mereka adalah: Mar Simon dari Arshem (450 Masehi), Mar Phelloxenos dari Mabug (tahun 523 Masehi), Mar Severus dari Antiokhia (538 Masehi), Mar Ya’qub bar Adeus (578 M.) dan Theodora, seorang ratu berdarah Syria.

KERAHIBAN DAN BIARA-BIARA
Kanisah Syria sangat menekankan hidup kebiaraan (monasticism). Sejak awal Kemshiyiman, Kanisah ini telah mendirikan ratusan biara di mana ribuan pria dan wanita hidup dalam kebenaran, mempertahankan keperawanan (kejejakaan), berpantang, kesalehan, berdiam diri, hidup miskin dengan sengaja, berpuasa dan sholawat. Mereka berupaya mencari keunggulan di dalam semua cabang kehidupan termasuk di dalam Seni dan Ilmu-Ilmu Pengetahuan. Mereka terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan baik, kepemimpinan, dan pendidikan. Tanda keunggulan terbaik dari Kebiaraan di Kanisah Syria adalah karena kehidupan membiara itu tersebar di seluruh daratan Syria. Pada abad kelima Masehi, ada 300 biara di pegunungan Urhoy (Eddesa) saja, yang dihuni oleh 90.000 biarawan. Di dalam biara Mar Mattay, sebelah timur Mosul, ada 12.000 biarawan. Di abad berikutnya, sejumlah biarawan di Biara Mar Basos dekat Homs, Syria, mencapai 6.300 orang. Seratus tigapuluh lima kepala biara dari Syria selatan menanda-tangani dokumen iman. Dapat dipercaya bahwa jumlah para biarawan dan biarawati pada jaman keemasan Kanisah ini mencapai 600.000 orang. Di antara para biara dan rahib yang termasyhur adalah Mar Mattay sang rahib, Mar Ya’qub dari Nisibis, Mar Barshaum dan Mar Simeon Sang Penghuni Pilar (The Stylite).

Namun, kemalangan-kemalangan dan kejadian-kejadian historis yang menyakitkan telah menyebabkan penghancurah-penghancuran dan kerugian-kerugian yang amat besar terhadap biara-biara tersebut. Beberapa di antaranya sama sekali lenyap. Beberapa lagi letaknya sangat terpencil dan hanya tinggal puing-puing, dan sebagian yang lain hanya tinggal kenangan dalam kitab-kitab sejarah. Orang-orang Katholik Syria telah merampas beberapa biara dengan cara yang tidak sah dengan bantuan penjajah Perancis, misalnya biara Mar Behnam di Mosul, di Iraq, Biara Mar Yulian di Qaryateyn, dekat Homs, dan biara Mar Moses Habashi di Nabik, Syria. Biara-biara yang masih dihuni sekarang adalah: Biara Mar Marqus di Yerusalem, yang tidak diragukan lagi sebagai biara Mshiyim terbesar di seluruh dunia. Biara ini dulunya adalah rumah tinggal Maria ibu Yohanes (Mar Yuhanna) yang disebut “Markus”, yaitu yang disebut di dalam Kisah Para Rasul. Di rumah inilah, hampir seluruh sakramen Mshiyim dilakukan dan peristiwa Perjamuan Kudus terjadi di sini. Tuhan kita makan perjamuan malam dengan para muridNya dan membasuh kaki mereka. Ia memberi amanat kepada mereka misteri akan tubuh dan darahNya. Di rumah inilah Ia menampakkan diriNya setelah kebangkitanNya. Di rumah ini pula para rasul itu berdoa, memecahkan roti, memilih Matias, menerima Roh Kudus dan menguduskan rumah tersebut sebagai Kanisah dengan nama Maria Bunda Dia Yang Ilahi. Di rumah inilah, Konsili (Majma’) Mshiyim pertama dilakukan pada tahun 51 Masehi. Fakta-fakta ini didukung oleh inskripsi dalam bahasa Arami yang beraksara Estrangela dari abad kelima dan keenam Masehi yang baru ditemukan pada tahun 1940 ketika dilakukan renovasi gedung itu.  Jadi, Biara ini merupakan biara pertama dalam sejarah Kemshiyiman. Karena itu, Kanisah Orthodox Syria bangga karena memiliki monumen bersejarah Mshiyim yang sangat unik, yaitu Biara Mar Gabriel (Biara Qartmeen). Ini adalah biara besar yang terletak di Tur Abdin. Biara ini didirikan pada tahun 359 Masehi. Biara Zaafaran atau Biara Mar Hanania adalah biara yang sangat terkenal di Mesopotamia. Di sini pernah menjadi tempat kedudukan Tahta Suci Antiokhia pada abad keduabelas Masehi sampai dasawarsa ketiga pada abad keduapuluh Masehi.

RELIK-RELIK SUCI
Kanisah Orthodox Syria memiliki beberapa relik suci yang untuk mengenang kesejarahannya Kanisah ini mengadakan upacara-upacara yang menarik. Prosesi yang luar biasa dilakukan di dalam maupun di luar Kanisah dalam perayaan-perayaan tersebut. Relik-relik itu termasuk sabuk Sang Bunda Perawan, Maryam, yang disimpan oleh Kanisah kami di kota Homs dan relik Mar Thoma (rasul Thomas) di Kanisah Mar Touma di Mosul, Iraq.

KESARJANAAN DAN PENDIDIKAN
Budaya Arami (Syria) merupakan nuansa peradaban yang cemerlang di Timur, dan merupakan patokan yang benar dari dimensi kegiatan-kegiatan intelektual orang-orang Mshiyim Suryani. Selain itu, budaya Aramiyah-nya merupakan indikator bagi peranan negara Aramia Syria dalam memajukan peradaban. Orang-orang Mshiyim Suryani telah melibatkan diri mereka dalam bidang Theology, Music, Filsafat, Pengobatan, Linguistik, Sejarah, Astronomy dan lain-lain. Mereka telah mendirikan banyak sekolah dan akademi terbaik yang mencetak prestasi yang gemilang dalam sejarah peradaban. Dari sekolah-sekolah ini, Kanisah Orthodox Syria telah menghasilkan sebuah pasukan para pemikir jenius dan kaum intelektual yang sangat dikenal oleh dunia sehingga bangsa-bangsa Arab menjadikan kaum intelektual Kanisah Orthodox Syria itu sebagai guru-guru dan pengajar-pengajar mereka.

Mereka menggunakan kepiawaian orang-orang Mshiyim Syria itu dalam menterjemahkan karya-karya para sarjana Yunani ke dalam bahasa Arab, selain menterjemahkan karya-karya mereka yang gemilang dari bahasa Syria (Arami) ke dalam bahasa Arab pula. Karya-karya terjemahan dan karya-karya dari mereka sendri menjadi bahan yang amat kaya untuk dipelajari oleh para sarjana Arab dan filsuf-filsuf mereka pada generasi mendatang (yang menandai lahirnya Renaisance Kebudayaan Pertama yang dilakukan oleh Kanisah Orthodox Syria bersama bangsa-bansga Arab itu, red) dan melalui mereka, bangsa Arab itu, lahirlah Renaisance Kebudayaan yang kedua di Barat. Dengan membaca selintas karya filosofis Al-Kindi, misalnya, kita akan memperoleh bukti yang cukup kuat yang tak dapat disanggah bahwa terminologi-terminologi teknis yang dipakai oleh filsuf Arab tersebut ternyata dipinjam dari sumber-sumber dalam bahasa Arami. Selain itu, bangsa Arab telah mengambil banyak sistem melodi, nada dan syair-syair puisi dalam bahasa Arami, khususnya yang ditemukan oleh Bar Daysan, Mar Ephraim, Mar Balay dan Mar Yaqub dari Serug. Demikian juga, kami jumpai dalam karya beberapa sarjana Syria ada beberapa teori yang sangat dijunjung tinggi oleh orang-orang Barat yang kemudian dipakai oleh sarjana-sarjana mereka. Di antaranya adalah teori dari Herder
bahwa "manusia adalah dunia yang kecil”.
Teori yang mengatakan “manusia adalah dunia yang kecil” sebelumnya telah dicanangkan oleh Mar Ahodemeh, seorang Catholikos Syria dan seorang shuhada pada abad keenam Masehi, dalam bukunya yang berjudul “Manusia adalah Dunia yang Kecil” Begitu pula, ide-ide Galileo dalam Astronomi yang digambarkannya dalam bukunya yang berjudul “Penyebab dari Segala Sesuatu” yang ditulis oleh seorang Uskup Syria dari Urhoy (Eddesa). Sekolah-sekolah Syria yang paling terkenal adalah :

Sekolah Urhoy (Eddesa) yang menjadi tempat ziarah ilmu bagi mereka yang ingin belajar bahasa Syria (Arami) klasik. Di sekolah inilah Mar Ephraim mengajar. Usianya selama 126 tahun. Sekolah Nisibis tetap bertahan sampai lebih dari 250 tahun, dan Sekolah Qen-Neshreen di tepian sungai Efrat, yang bertahan sampai 350 tahun (530-915).

Di bawah ini kami berikan contoh sarjana Syria dari kalangan rohaniwan dan kaum awam : Bar Daysan dari Urhoy (222), Aphrahat (346), Mar Ephraim orang Syria (373), Maruutha dari Miafarqin (431), Rabuula dari Urhay (435), Phillixenos dari Mabug (523), Mar Balay (550), Mar Ahodemeh (575), Severus dari Antiokhia (534), Zakaria Sang Rhetoris, Touma dari Herqel (627), Severus Saboukht (667), Yaqub dari Urhay (708), Anuun dari Tekrit (850), Dionysius dari Tel Mahr (845), Iyawannes dari Dara (860), Mar Moshe bar Keefa (903), Yaqub bar Salibi (1171), Yaqub dari Bartella (1241), Michael Agung (1199), Bar Hebreaus (1286), Behnam dari Hadal (1454), Ephraim I dari Mosul (1957), Yaqub III dari Bartella (1980), Boulos Behnam (1969).

KANISAH-KANISAH BERBAHASA  ARAMI
Dalam empat abad pertama Masehi, ada empat Kanisah Kristen yang menonjol, yaitu Kanisah Syria Antiokhia, Kanisah Latin di Roma, Kanisah Koptik Alexandria dan Kanisah Byzantium Konstantinopel, semuanya memiliki hubungan baik dan memegang satu asas iman, iman Kanisah yang universal, sekalipun bermunculan beberapa ajaran asing yang bertentangan dengan kebenaran Injil. Ajaran-ajaran sesat yang muncul di jaman itu di antaranya adalah ajaran Simon Tukang Sulap, Kyrinthos, Kirdon, Marcion, Hermogenos, Bar Daysan, Titianos, Mani, Arius, Macedonius dan Ewnomius. Bidat-bidat tersebut bertentangan dengan para rasul dan Bapak-bapak Kanisah dan para rohaniwan Antiokhia, Alexandria dan Roma.

Ajaran sesat mereka telah ditolak, dan dikucilkan sampai tanpa jejak lagi. Di awal abad kelima Masehi, seorang Patriarkh Konstantinopel (Byzantium, red) bernama Nestor, datang membawa ajaran baru yang bertentangan dengan iman Kanisah Universal yang kudus. Ia menyatakan bahwa “ada dua sifat dan dua pribadi Mshikha, sehingga ada dua Mshikha; yang satu adalah putera Allah, dan yang lain adalah anak Manusia, dan bahwa Maryam tidak melahirkan seorang Tuhan yang menjelma, tetapi ia melahirkan seorang Manusia sejati yaitu Yeshoo Mahikha yang di kemudian hari Firman Allah berdiam di atasnya. Ajaran Nestor diterima oleh sebagian kecil wara gereja Syria yang tinggal di wilayah kekuasaan Persia, sebagian kecil lagi di Syria, Palestina dan Cyprus. Namun, mereka telah  memisahkan diri dari Kanisah Syria Antiokhia dan kemudian mendirikan sendiri pusat kepemimpinan mereka di Madaen, Iraq, kemudian memindahkan markas mereka ke kota Baghdad pada tahun 726 Masehi. Sampai saat ini, Kanisah mereka dikenal dengan nama “Kanisah Syria dari Timur”, atau “Kanisah Nestoria Syria”. Tetapi kemudian mereka mengubah nama mereka pada abad keduapuluh dan menyebut diri mereka sebagai “Kanisah Assyria”. Dari Kanisah inilah berasal Kanisah Katholik Kaldean pada tahun 1553 Masehi.

Patriarkh mereka disebut “Patriarkh Babylonia” (1713 Masehi). Akhir-akhir ini, mereka menyebut diri mereka sebagai “Kanisah Assyria-Katholik Kaldea”. Ketika Konsili Kalsedonia berakhir pada tahun 451 Masehi, empat Kanisah utama tersebut terpisah menjadi dua kelompok: kelompok pertama termasuk Kanisah Syria Antiokhia dan Kanisah Koptik Mesir yang percaya akan satu sifat Mshikha yang merupakan kesatuan dari dua sifat (Ilahi dan Insani), mereka ini disebut aliran Non-Kalsedonia. Kelompok kedua termasuk Kanisah Latin Roma dan Kanisah Byzantium Konstantinopel, yang percaya akan dua sifat Mshikha bahkan setelah Ia memiliki kesatuan dari dua sifat, mereka ini disebut sebagai aliran Kalsedonia. Ada juga sekelompok warga Kanisah Syria Antiokhia yang memisahkan diri dari induk Kanisah kemudian mengikuti aliran Kanisah Byzantium Kalsedonia.

Saudara-saudara sesama warga Syria itu kemudian menyebut mereka yang mengikuti aliran Byzantium Kalsedonia itu pada paruh kedua abad kelima Masehi dalam bahasa Syria, bahasa ibu mereka, dengan sebutan Malkoye atau dalam bahasa Inggris disebut kaum Melkit yang berarti para pengikut Kaisar, karena mereka telah meninggalkan iman Kanisah Syria leluhur mereka dan mengikuti raja Byzantium bernama Marcion. Mereka juga disebut “Roum” menurut Negara Roma Timur (sebutan untuk Byzantium) yang telah menerima iman Kalsedonia sebagai iman yang resmi dianut di negara itu. Mereka kemudian menyebut diri mereka sebagai Kanisah Yunani, karena penduduk negeri Konstantinopel, ibu kota kekaisaran Byzantium itu, menggunakan bahasa Yunani. Namun, nama Melkite cukup menonjol. Sekarang ini, mereka menyebut diri mereka “Kanisah Orthodox”. Dari gereja Melkite inilah kemudian muncul Kanisah orang-orang Maronit di abad ketujuh Masehi gara-gara sengketa soal doktrin satu kehendak dan dua kehendak Mshikha.

Kanisah Maronit tetap independen sampai akhir abad kedua belas ketika mereka bergabung dengan Kanisah Roma Katholik dan mulai menyebut Partriarkh mereka sebagai “Partriarkh Antiokhia”. Dari Kanisah Orthodox Yunani itu keluarlah cabang baru namanya Katholik Yunani. Schisma besar lain yang menyakitkan terjadi lagi di tubuh Kanisah Orthodox Syria di Antiokhia pada pertengahan abad ketujuh belas ketika warga Kanisah Katholik Syria memisahkan diri dari induk Kanisah mereka kemudian bergabung dengan Roma melalui usaha-usaha penghancuran para biarawan Kapouchian dan dengan bantuan konsul Perancis di Aleppo. Jadi, Kanisah di Syria sekarang memiliki tujuh cabang Kanisah:

Kanisah Orthodox Syria, induk Kanisah. Kanisah Syria dari Timur (Kanisah Katholik Kaldea atau Kanisah Nestoria, menurut nama mereka yang baru). Kanisah Kaldea Syria (Kanisah Katholik Kaldea Assyria, menurut nama mereka yang baru). Kanisah Maronit Syria. Kanisah Katholik Syria. Kanisah Orthodox Yunani berpusat di Antiokhia (di negara-negara Arab) atau Kanisah Syria Melkit. Kanisah Katholik Yunani (Kanisah Katholik Melkit Syria).

Liturgi yang digunakan oleh Kanisah-kanisah itu adalah Liturgy bahasa Syria dari Antiokhia, dan bahasa liturgi mereka adalah satu, yaitu bahasa Arami Syria. Kelima Kanisah yang disebut pertama di atas masih menggunakan bahasa Syria (Arami) dalam ibadah-ibadah mereka. Kanisah Orthodox Syria, Katholik Syria dan Kanisah Maronit menggunakan dialek Syria Barat yang dipakai di Urhay (Eddesa), sedangkan Kanisah-kanisah Assyria dan Kaldea menggunakan dialek Syria Timur. Perbedaan di antara dua dialek itu hanya dalam pengucapannya saja.  Dua Kanisah yang lain, yaitu Kanisah Orthodox Yunani dan Katholik Yunani, tetap menggunakan Liturgi Antiokhia untuk waktu yang cukup lama. Bahasa Syria (Arami) dilestarikan oleh kedua Kanisah ini sampai abad ketujuh belas Masehi. Tetapi, selama sepuluh abad lamanya, mereka telah menggantikan Liturgi Antiokhia mereka dengan Liturgi Byzantium setelah mereka menterjemahkan Liturgi Byzantium itu ke dalam bahasa Syria (Arami).

HUBUNGANNYA DENGAN GEREJA-KANISAH LAIN
Kanisah Orthodox Syria tetap memelihara hubungan baik dengan saudara-saudara seiman mereka, yaitu dengan Kanisah Koptik, Kanisah Armenia dan Ethiopia. Hubungan ini bertumbuh makin kuat sejak jaman Mendiang Yang Mulia Partriarkh Mar Ignatius Yacub III. Hubungan baik dan kuat dilakukan pula dengan Kanisah Orthodox Yunani. Sehubungan dengan Kanisah-kanisah Katholik, setelah perpisahan yang begitu panjang selama 1600 tahun: dari tahun 451 Masehi ketika terjadi Konsili Kalsedonia, dan sampai abad keduapuluh, hubungan itu kemudian dipulihkan kembali dengan niatan-niatan yang amat baik melalui usaha bersama Yang Mulia Patriarkh Mar Yacub III dan Yang Mulia Paus Paulus VI. Hubungan kedua Kanisah itu kemudian semakin kuat ketika diadakan sebuah komunika bersama yang dikeluarkan oleh Yang Mulia Patriarkh Zaka I Was dan Yang Mulia Paus Yohanes Paulus II. Komunike ini dipandang sebagai prestasi yang sangat penting menuju kepada Kesatuan Tubuh Mshikha. Hubungan persahabatan telah dikembangkan pula antara Kanisah Syria dan Kanisah-kanisah Protestan, ketika Kanisah Syria bergabung dalam Dewan Kanisah Dunia tahun 1960 melalui usaha-usaha Mendiang Partiarkh Mar Yacub III. Wakil beliau di Dewan itu saat ini adalah Yang Mulia Archbishop Mar Gregorius Yuhanna Ibrahim, Metropolitan di Allepo. Kanisah Syria saat ini merupakan anggota aktif di kalangan ekumenikal. Ia menjadi anggota dalam Dewan Kanisah-kanisah Timur Tengah, dan banyak berpartisipasi dalam dialog-dialog Theologis yang bersifat ekumenikal baik secara resmi atau secara tidak resmi.

KANISAH SYRIA DAN BANGSA ARAB
Hubungan antara orang-orang Syria dan orang-orang Arab dimulai dengan penaklukan daratan Syria oleh bangsa Arab Muslim. Hubungan itu bertumbuh makin kuat di jaman Khalifah Umar bin Khaththab yang disebut “Faruqo”. Faruqo adalah bahasa Syria yang berarti “Juru Selamat” atau “Sang Pembebas”. Orang-orang Kanisah Syria memberi nama kepada Khalifah ini karena ia telah menyelamatkan mereka dari tekanan dan penganiayaan Byzantium. Penaklukan bangsa Arab atas daratan Syria tidak akan dapat terwujud tanpa bantuan orang-orang Syria pribumi. Hubungan antara orang-orang Syria dan bangsa Arab mencapai puncaknya di jaman Dinasti Abbasiyah. Hubungan itu dijalin atas dasar etnisitas. Bangsa Syria dan Arab adalah dua bangsa Semitis. Mereka memiliki asal muasal yang sama di masa lalu. Bahasa mereka, bahasa Syria (Arami) dan Arab, adalah bahasa satu ibu. Mustafa Shahabi, seorang sarjana Arab mengatakan, “Bangsa Syria memiliki hubungan yang baik dengan bangsa Arab dalam lintasan sejarah mereka.”
Hubungan-hubungan itu pasang surut juga, kadang-kadang kuat dan kadang-kadang agak renggang, tergantung pada siapa penguasanya, dan karena kurang saling mengenal, namun keduanya tidak pernah bertikai. Di antara warga Kanisah Syria itu sejak jaman paling dini, ada sarjana-sarjana besar yang fasih berbahasa Arab, yang menulis buku-buku dalam bahasa ini, dan menterjemahkan karya-karya agung. Demikian juga, ada orang-orang Arab yang menjadi Kristen dan mengikuti iman Kanisah Syria, khususnya sebelum munculnya agama Islam di Timur Tengah. Saking dekatnya hubungan dengan mereka itu sehingga mereka merasakan bagian dari bangsa Syria itu. Bahasa Arab di jaman kita sekarang membutuhkan orang-orang yang menguasai bahasa Arab dan Syria (Arami), sehingga mereka dapat merasakan jejak-jejak pengaruh bahasa warga Kanisah Syria itu atas bahasa Arab, dan menyadari jasa-jasa tak ternilai kepada bahasa Arab ini yang diberikan oleh bahasa warga Kanisah Syria di masa-masa kejayaan Islam yang lalu.

Sejarahwan terkanal Philip Hitti menulis, “Yang menyebabkan terjadinya kebangkitan bangsa Arab dan munculnya renaisance intelektual mereka di Baghdad pada jaman dinasti Abbasiyah adalah karena jasa-jasa warga Kanisah Syria. Renaisance intelektual yang dulu sampai sekarang masih menjadi kebanggaan agama Islam di masa lalu. William Wright, seorang sarjana Barat mengatakan, “Warga Kanisah Syria-lah yang membawa pemikiran cemerlang bangsa Yunani ke dalam pemikiran-pemikiran bangsa Arab, dan di kemudian hari pemikiran-pemikiran itu dipindahkan ke Eropa pada jaman pertengahan.” Secara linguistik, bangsa Arab mengadakan hubungan dengan warga Kanisah Syria sejak jaman Jahiliyah, yaitu sebelum jaman Islam. Hubungan itu semakin kuat setelah penaklukan ummat Islam atas daratan Syria. Banyak orang Arab yang mengetahui bahasa Syria (Arami). Kita mengetahui bahwa Muhammad s.a.w., nabi ummat Islam itu, mendorong para pengikutnya untuk belajar bahasa Syria (Arami), yaitu bahasa yang dipakai warga Kanisah Orthodox Syria sampai sekarang. Dalam kitab yang berjudul  “Pena dan Botol Tinta” yang ditulis oleh Muhammed ibn Omar Al-Madaini, kita baca ketika Muhammad s.a.w. beryanya kepada Zaid ibn Tsabit, “Apakah engkau tahu bahasa Arami ?”  “Tidak”, kata Zaid. “Pelajarilah bahasa itu”, kata Muhammad s.a.w. memberi perintah kepadanya. Maka Zaid ibn Tsabit memepelajari bahasa itu selama tujuhbelas hari.

Bahasa Arab sangat banyak meminjam kosa kata bahasa Syria (Arami) karena itu bahasa ini penuh dengan kata-kata dari bahasa Syria. Bangsa Arab juga meminjam angka-angka yang dipakai bangsa India. Kaligrafi Arab, khususnya khot Kufi yang dipakai dalam kaligrafi Islam memang berasal dari huruf Kufi yang biasa dipakai orang-orang Mshiyim Syria. Tata bahasa Arab juga banyak dipengaruhi oleh tata bahasa Syria. Aba Al Aswad Ad-Du’ali (688 Masehi), yang dianggap sebagai penemu tata bahasa Arab, pergi ke Kufa, dan di sana ia mempelajari bahasa Syria klasik, dan ia mengadakan kontak dengan para sarjana bahasa Syria meminta bantuan mereka agar bisa menciptakan tata bahasa Arab. Ia sangat bergantung pada tatabahasa dan para ahli tata bahasa Syria dengan mengikuti tata pengorganisasian, klasifikasi, aturan-aturan yang sama seperti dipakai untuk tata bahasa Syria. Lebih penting lagi, ia meminjam sistem pemberian titik untuk membedakan kata-kata dan huruf-huruf pendek yang telah ditemukan sebelumnya oleh sarjana bahasa Syria Mar Ya’qub dari Urhoy. Dalam bidang intelektual, beberapa filsuf Arab, seperti Ibnu Sina, mempelajari kebijaksanaan dan mendapatkan pengetahuan dari filasafat Yunani melalui sumber-sumber dalam bahasa Syria. Al-Kindy dalam salah satu kitab yang ditulisnya mengatakan, “Mereka (orang-orang Mshiyim Syria) menjadi jalan bagi kami dan memberi sarana untuk mendapatkan banyak sekali pengetahuan. Tanpa peranan mereka, karya-karya asli para perintis ilmu pengetahuan itu tidak akan sampai kepada kita (bangsa Arab).” Sarjana Arab yang lain menulis, “Dapat kita katakan bahwa orang-orang Mshiyim Syria-lah yang pertama kali mengajarkan filosofi kepada ummat Islam. Yang kedua, merekalah yang menterjemahkan kepada kita buku-buku filsafat; dan karena itu, ummat Islam sangat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran filsafat orang-orang Mshiyim Syria.”

SITUASI SEKARANG
Putera-putra Kanisah Orthodox Syria Antiokhia sekarang tersebar ke seluruh dunia. Mereka tetap hidup dalam jumlah yang cukup besar di negara-negara Timur Tengah (Syria, Libanon, Iraq, Yordan, Palestina, Mesir, dan di negera-negara Teluk), Turki, Eropa (khususnya di Swedia, Jerman dan Belanda), Amerika Utara dan Selatan, Australia dan di India. Warga Kanisah itu jumlahnya sekitar tiga juta jiwa, setengah dari mereka tinggal di India. Pada semua negara itu, masyarakat Orthodox Syria menikmati status yang terhormat, dan memegang jabatan-jabatan yang membanggakan, sebab mereka setia kepada iman mereka dan memiliki karakter Mshiyim yang baik, mereka menjadi warga negara yang baik, setia kawan dan tulus. Mereka adalah para pekerja keras yang akhirnya menikmati taraf kehidupan yang tinggi. Seorang sejarahwan dan ahli riset Barat menulis, “Tidaklah sulit bagi perlindungan Ilahi untuk membuat akar-akar kehidupan masyarakat Orthodox Syria itu menancap dalam-dalam ke bumi lagi, sehingga mereka dapat menghasilkan buah-buah kehidupan yang berlimpah; sebab mereka telah dibebaskan dari hegemoni doktrin-doktrin bangsa asing dan kekuasaan-kekuasaan politik bangsa asing dan dari ketidak adilan, dari kekejaman-kekejaman dan penganiayaan-penganiayaan yang keji yang mereka alami untuk waktu yang cukup lama. Sekarang ini, dengan semua kelemahan mereka, mereka tetap menghadirkan wajah Kanisah-kanisah kuno yang pada suatu ketika di masa lalu pernah berkembang subur ke seluruh dunia.” Pimpinan Kanisah ini sekarang adalah Yang Mulia Mar Ignatius Zakka Al-Awwal Iwas. Gelarnya adalah “Patriarkh Antiokhia dan seluruh Timur, dan Pimpinan Tertinggi Kanisah Orthodox Syria universal di seluruh dunia.” Ia adalah pewaris Tahta Rasuli Rasul Petrus yang ke-122. Ada 28 Archdiosis dalam Kanisah ini sekarang, delapan di antaranya ada di India, dan sisanya tersebar ke seluruh negara di mana masyarakat Mshiyim Syria hidup dan berkembang.

KESIMPULAN
Tulisan ini adalah penggambaran yang sebenarnya tentang Kanisah Orthodox Syria, tapi mungkin tidak lengkap, tentang Kanisah Timur (Oriental, red) yang memiliki asal-muasal yang amat mulia. Kanisah ini memiliki kepribadian rohani yang lengkap dalam segi iman, doktrin, liturgi, pelayanan dan karya penginjilannya. Kanisah yang tubuhnya sedemikian tercabik-cabik oleh perpecahan dan schisma
sehingga Kanisah ini pernah memiliki banyak sekali nama dan julukan. Mungkin dengan doa dan dialog maka luka-lukanya yang lama dapat disembuhkan dan bagian-bagian tubuhnya yang tercerai berai itu bisa disatukan kembali sehingga persekutuan dalam iman dapat dipulihkan, keterasingan dapat dilenyapkan dan digantikan dengan berkat, kesatuannya dapat digenapi sebagaimana keadaannya semula di jaman Kemasiyiman silam, menurut semangat Injil di mana Tuhan kita pernah bersabda, “Sehingga mereka semua menjadi satu.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yesus dikubur dengan dikafani

Penjelasan simbol Patriarchal Orthodox Syria