Paralelisasi Literatur Kristen Ortodoks Syria dan Kandungan Isi Qur'an
Paralelisasi Literatur Kristen Ortodoks Syria
dan Kandungan Isi Qur'an
Sejarah membuktikan bahwa Alkitab yang kanonik atau tulisan-tulisan Kristen yang lain belum pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab sebelum timbulnya agama Islam. Maka yang lebih memungkinkan untuk ditangkap dan dicerna oleh Muhammad dan masyarakat sejamannya di Arabia adalah pengetahuan secara tidak langsung terhadap sumber-sumber kekristenan yang berasal dari budaya lisan atau terjemahan sementara daripada sumber-sumber yang bersifat resmi. Sumber-sumber dari kekristenan Syria nampaknya lebih banyak diserap dalam Qur'an ketimbang dari sumber-sumber lain karena terbukti banyak nama dalam Alkitab yang dipakai Qur'an ternyata berasal dari kekristenan Syria.[8]Nama 'Isa, misalnya, berasal dari 'Isho atau 'Isha sebagai nama untuk Yesus di kalangan gereja Syria, ketimbang berasal dari nama Esau seperti yang diduga oleh para polemikus Barat.
Ada kesamaan antara khotbah-khotbah para bapak gereja Syria yang sering diulang-ulang dalam Qur'an berkenaan dengan ancaman api neraka dan pahala di taman Firdaus serta bukti-bukti kuasa Allah dalam membangkitkan orang-orang mati. Yang menarik adalah ditemukannya beberapa nama tokoh Alkitab yang dipakai Qur'an dengan penggambaran seperti yang biasa dipakai oleh gereja ini melalui penafsiran typologis mereka. Misalnya, Maria dalam Qur'an dikatakan sebagai "saudara Harun" (Maryam (19):28), yang oleh para polemikus dianggap sebagai suatu kemustahilan, sebenarnya tidak terasa aneh bagi gereja Syria yang dalam tafsiran typologis mereka mengangap Maria seolah-olah dihadirkan di gunung Horeb ketika semak belukar yang menyala oleh api tetapi tidak terbakar.
Demikian juga, 'Isa mengajak para muridNya untuk menjadi "para penolong agama Allah" (Ash Shaff (61): 14), yang terdengar seperti panggilan jihad, terasa tidak mengherankan karena anggapan secara typologis bahwa Yesus pernah hadir pada jaman Perjanjian Lama sebagai Yoshua (nama keduanya dalam bahasa Ibrani dan Syria sama : Yoshu'a), yang memimpin bangsa Israel untuk menaklukkan Tanah Perjanjian.
Peleburan secara typologis Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama juga menjadi kunci untuk menjawab kisah hidangan yang disediakan 'Isa (Al-Maa'idah (5): 112-115). Qur'an mengisahkan adanya hidangan khusus yang diberikan 'Isa kepada para muridNya, yang bagi mereka adalah suatu perayaan, yang karenanya maka wajar bila kita teringat akan kisah Perjamuan Malam. Dalam Qur'an, para murid (baca: Hawariyin) memohon hidangan agar hati mereka sentosa dan yakin bahwa perkataan 'Isa itu benar. Ini mengingatkan kita akan perkataan Yesus dalam Injil Yohanes, "Jangan hatimu gelisah. Percayalah kepada Allah dan percayalah kepadaKu" (Yohanes 14: 1). Dalam Qur'an , dikatakan bahwa Allah mengancam akan menghukum mereka yang tidak taat. Pernyataan ini tidak jauh menggemakan kembali peringatan Paulus bahwa jemaat Kristus akan mendapat hukuman bila tidak layak mengikuti Perjamuan Kudus (1 Korintus 11: 27-30) atau mungkin saja berasal dari kisah di Perjanjian Lama tentang bagaimana Allah menghukum bangsa Israel setelah mereka makan manna. Dua penjelasan inilah yang dipakai dalam tafsiran-tafsiran typologis Paulus (1 Korintus 10: 1-10). Akhirnya, kisah Al-Maa'idah bisa jadi didasarkan pada penafsiran kisah dalam Perjanjian Lama, sebab menurut Pemazmur, bangsa Israel itu berdosa karena mengatakan, "Sanggupkah Allah menyajikan hidangan di padang gurun ?" (Mazmur 78: 19).
Pengaruh literatur Kristen Ortodoks Syria yang berikut adalah sumbangsih Diatessaronyang ditulis Tatian sebagai harmoni keempat Injil menjadi satu buku. Ini berkaitan dengan pernyataan Qur'an bahwa Injil adalah sebuah buku yang diberikan Allah kepada 'Isa dan bukannya beberapa versi penuturan Injil oleh Matius, Markus, Lukas dan Yohanes. Perlu dicatat bagaimana redaksional Lukas 1: 34 yang mengatakan bahwa Maria belum pernah "mengenal" seorang laki-laki, sementara Tatian menulis bahwa "tidak seorang laki-laki pun yang pernah mengenalnya". Perubahan kecil ini yang mencatat adanya seorang pria sebagai partner aktif yang kemudian justru diambil oleh Qur'an ketika dikisahkan bahwa Maryam bersikeras bahwa belum ada seorang laki-laki pun yang pernah menyentuhnya (Ali Imraan (3): 47dan Maryam (19): 20).
Selain itu, ada banyak kisah dalam Qur'an yang tidak ditemukan dalam Injil kanonik atau Diatessaron, tetapi dapat dijumpai dalam dongeng-dongeng beberapa Injil apokrip. Protoevangelium Jacobimenyebutkan bahwa Maria menerima makanan dari seorang malaikat ketika ia masih kanak-kanak dan ketika ia berusia 12 tahun, dipilihlah seorang wali untukmengasuhnya dengan membuang undi dan segera sebelum ia menerima berita dari malaikat Jibril, ia tinggal di mihrab rumah sembahyang.
Injil berbahasa Latin yang dalam bahasa Inggris disebut Gospel of Pseudo-Matthew, menyebutkan mujizat pohon kurma dan aliran air dalam konteks kisah pengungsian di Mesir. Kisah 'Isa berbicara ketika masih dalam buaian yang terdapat dalam The Gospel of Infancy dalam bahasa Arab sering jadi masalah bagi para polemikus. Akhirnya, mujizat penciptaan burung dari tanah liat dapat kita jumpai dalam Infancy Story of Thomas. Terjemahan dalam bahasa Syria Protoevangelium Jacobi dan Infancy Story of Thomas sudah ada pada jaman pra-Islam. The Gospel of Infancy dalam bahasa Arab dan Injil Pseudo-Matius merupakan karya sastra berikutnya tetapi ada kemungkinan berasal dari sumber-sumber bahan berbahasa Syria masa pra-Islam.
Alkitab dalam bahasa Arab paling awal untuk Perjanjian Baru baru ada tahun 900 Masehi, merupakan terjemahan yang dilakukan Sa'adya Ga'on atau disebut Sa'adya ben Yosef (892-942), seorang rabbi Yahudi. Sedangkan Perjanjian Baru versi bahasa Arab ditulis seorang uskup Coptik pada tahun 1271 Masehi dan diterbitkan pada tahun 1861 Masehi. Masyarakat Kristen Arabia memakai bahasa Arab dalam percakapan sehari-hari, tetapi dalam ibadah, kitab suci mereka masih dalam bahasa non-Arab, yaitu dalam bahasa Ibrani, Syria, Coptik atau Ethiopia. Kondisi ini yang menyebabkan Muhammad hanya dapat memperoleh informasi secara tidak langsung dari sumber aslinya sehingga sumber-sumber lisan-lah yang lebih menonjol.
Soal Gelar 'Ibnu Maryam'
bagi 'Isa Almasih
Yang lebih menarik lagi, sebutan Yesus sebagai Ibnu Maryam (Putera Maryam) yang kurang populer dalam Injil-Injil kanonik, karena hanya disebut sekali dalam Markus 6:3, justru lebih akrab jadi sebutan untuk tokoh 'Isa dalam Qur'an. Bahkan, Qur'an memberipenghormatan khusus bagi Maryam dengan kata-kata 'dan ibunya adalah seorang yang sangat benar' (Al-Maa'idah (5): 75), 'Maryam yang memelihara kehormatan' (Al Anbiyaa (21):91, At-Tahrim (66): 12), 'Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih engkau, mensucikan dan melebihkan engkau atas sekalian perempuan yang ada di dalam alam' (Ali 'Imraan (3): 42). Kisah masa kecil dan peranan Maryam di kemudian hati diceritakan lebih panjang lagi dalam Surat Maryam.
Dalam Qur'an, gelar Ibnu Maryam bagi 'Isa Almasih, menurut beberapa ahli, diberikan dengan beberapa tujuan. Pertama, gelar itu menurut Muhammad 'Ali, menyatakan bahwa Ia adalah seorang manusia sama seperti nabi-nabi yang lain. Sebutan ini menyatakan status Almasih sebagai seorang anak yang dilahirkan tanpa seorang ayah, sebab seorang anak diberi nama menurut garis ketutunan ayahnya, dan bukan dari ibunya, kecuali bila ayahnya tidak diketahui. Qur'an sendiri tidak menyebut Yusuf sebagai bapak atau bapak tiri bagi Almasih seperti yang digunakan dalam Injil kanonik (Matius 1: 19f; tapi dalam Lukas 2: 33 -- 'ayahnya').
Menurut R.H. Lightfoot, gelar Ibnu Maryam yang disandang 'Isa Almasih dianggap tidak lazim dan bahkan untuk jaman 'Isa sendiri dianggap sebagai pelecehan. Sebab tak sorangpun di Timur, entah ayahnya hidup atau mati, akan disebut dengan nama ibunya kecuali dengan maksud untuk menghina.[18] Keterangan Lightfoot ini mengingatkan kita tentang bagaimana Yesus di mata orang Yahudi pernah dijuluki 'Bar Parthenon'(artinya: Anak Perawan) yang kemudian dipelesetkan menjadi 'Bar Panthera" dengan maksud untuk menghujat Dia yang dalam Toledot Yesu dikisahkan sebagai ' anak haram dari serdadu Romawi yang bernama Panthera'.
Bagi E.F.F. Bishop, gelar Ibnu Maryam sangat mungkin berasal dari Abyssinia karena umat Islam paling awal pernah hijrah ke negara Kristen itu sebelum akhirnya kembali lagi ke Mekkah. Pemakaian gelar Ibnu Maryam dalam Qur'an memang berbarengan dengan peristiwa ini. Pendapat ini dianggap kurang kuat karena di antara gereja Coptik Mesir maupun Abyssinia, tidak terdapat gelar 'Putera Maryam' bagi Yesus dalam kontroversi Kristologis mapun dalam lityrgi mereka, sehingga Dr. Murad Kamil dari gereja Coptik sendiri menganggap alasan Rev. Bishop itu tidak mungkin terjadi.
Yang lebih memungkinkan, menurut Geofferey Parrinder, gelar Ibnu Maryam sangat mungkin karena pengaruh dari gereja Syria, karena hampir tujuh puluh lima persen istilah-istilah asing dalam Qur'an berasal dari bahasa Syria sementara yang dari ethiopia hanya lima persen saja. Alasan ini dibuktikan oleh sebutan Ibnu Maryam yang berkali-kali disebut dalam The Gospel of Infancy dalam versi bahasa Arab dan Syria. Ini menunjukkan bahwa orang-orang kristen Syria memiliki kontak lebih erat dengan Islam mula-mula. Dalam Arabic Infancy Gospel, gelar Ibnu Maryam disebut lima kali, sedangkan dalam Syriac Infancy Gospel, gelar itu muncul lima belas kali, khususnya dalam kisah kanak-kanak 'Isa.
Komentar
Posting Komentar